Dinas Kehutanan Papua Barat Alokasikan Rp1 Miliar untuk Pengembangan Hutan Adat di Kaimana Tahun 2026
MANOKWARI - Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat merencanakan penambahan satu kawasan hutan adat baru di Kabupaten Kaimana pada tahun anggaran 2026.
Rencana tersebut telah masuk dalam Rencana Kerja (Renja) dan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan serta dikunci melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Jimmi Susanto, mengatakan pihaknya telah menyiapkan anggaran sebesar Rp1 miliar yang secara khusus dialokasikan untuk pengembangan hutan adat.
“Untuk hutan adat tahun depan itu sudah masuk dalam Renja dan Renstra kami, dan sudah dikunci di SIPD. Tahun depan anggaran sebesar Rp1 miliar kita khususkan untuk pengembangan hutan adat,” ujar Jimmi kepada wartawan di Manokwari, Selasa (23/12/2025).
Menurutnya, hutan adat yang akan dikembangkan berada di Kabupaten Kaimana, khususnya untuk marga suku Miere. Kawasan ini akan didorong untuk dipercepat penetapannya sebagai hutan adat, menambah daftar hutan adat di Papua Barat selain hutan adat marga Obone di Kabupaten Teluk Bintuni.
“Iya, ini sudah masuk dua tahun ke depan. Kita juga harapkan dukungan dari mitra-mitra pembangunan lain yang selama ini mendorong pengakuan hutan adat, sehingga prosesnya bisa dipercepat melalui kolaborasi,” jelasnya.
Jimmi mengakui bahwa potensi hutan adat tersebar di seluruh kabupaten di Papua Barat. Namun, proses pengusulan status hutan adat harus dimulai dari pemerintah kabupaten, dengan salah satu syarat utama yakni memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat.
“Saat ini baru Kabupaten Teluk Bintuni yang sudah memiliki Perda tersebut. Untuk Kaimana, kami sudah berkomunikasi dengan DPR setempat dan draf Perdanya sedang berproses. Kalau Perda itu sudah ada, kita bisa langsung masuk dengan penetapan hutan adat marga suku Miere,” terangnya.
Terkait pengelolaan, Jimmi menegaskan bahwa hutan adat sepenuhnya dikelola oleh masyarakat adat setempat. Pengelolaan tersebut didasarkan pada hak ulayat yang telah diwariskan secara turun-temurun.
“Dengan status hutan adat, masyarakat tetap bisa mengelola kawasan, termasuk jika ada investasi yang masuk, tentu dengan berpedoman pada Perda yang mengatur. Masyarakat berperan aktif menjaga dan mengelola kawasan itu,” katanya.
Ia menambahkan, keberadaan Perda sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak masyarakat adat, sekaligus membuka peluang bagi masyarakat pemilik hak ulayat untuk berusaha secara legal dan berkelanjutan.
“Kita harapkan ke depan semua kabupaten di Papua Barat bisa memiliki Perda pengakuan masyarakat adat, sehingga jumlah hutan adat semakin bertambah dan masyarakat mendapatkan legalitas yang kuat,” pungkas Jimmi.
Penulis: Kabarnusantara.co
What's Your Reaction?



