DINAMIKA CHINA DI KAWASAN LCS
Oleh : Freddy Numberi
Laksamana MadyaTNI (purn)
1. Umum
Kawasan Laut China Selatan (LCS) adalah tempat berpusatnya masalah teritorial mayoritas negara-negara ASEAN.
Hampir semua negara di kawasan ini memiliki sengketa wilayah, satu atau lebih dengan negara tetangganya. Kondisi ini semakin meruncing dan memburuk, ketika China mengklaim serta mereklamasi pulau-pulau termasuk karang-karang yang ada di kawasan laut LCS ini. Kawasan LCS ini kaya akan ikan, menyimpan banyak minyak dan gas bumi. China melakukan banyak aktivitas di pulau-pulau ini karena kepentingan bahan baku, sehingga menimbulkan konflik diantara China versus negara-negara anggota ASEAN. Setelah China mengklaim kawasan LCS dan membuat perimeter pertahanan yang disebut “nine-dashed line” (sembilan garis putus) di peta keluaran mereka pada tahun 1947.
China mengakui bahwa sejak dinasti Manchu adalah wilayah mereka sesuai sejarah secara turun temurun.
Pada saat pemerintahan Kuomintang dibawah Jendral Chiang Kai-shek “nine-dashed line” dikukuhkan sebagai perimeter keamanan. Sama seperti Jepang membuat perimeter keamanan yang disebut “Greater East Asia Co – Propesirity Sphere” pada tahun 1940, karena kebutuhan minyak, beras dan lain-lain (kepentingan bahan baku). Bukan hanya di peta saja, tetapi pada setiap Passport yang dikeluarkan pemerintahan Beijing juga dicap “nine-dashed line” tersebut.
China kedepan akan menerapkan kombinasi karakter negara maju dan negara berkembang sebagai bagian dari strategi global power dengan skala benua, sehingga akan terjadi disparitas transformasi antar daerah di China, tidak seperti negara lain. Tegasnya kesuksesan transformasi ekonomi China lebih banyak didasarkan kepada model sistem kapitalisme yang dipadukan dengan ekonomi negara yang bertumpu pada nilai budaya secara turun temurun.
2. Negara-negara yang klaim di kawasan LCS
a. Kepulauan Senkaku
Diklaim oleh China dan Jepang. Wilayah ini ikon merupakan rivalitas kedua negara tersebut. Masing-masing negara berkali-kali menugaskan kapal perangnnya untuk berpratroli dikepulauan itu.
China malah lebih provakatif lagi dengan mengumumkan bahwa Kepulauan Senkaku menjadi bagian dari zona identifikasi penerbangan sipil mereka di kawasan LCS, seolah-olah menegaskan bahwa kepulauan itu merupakan bagian dari zona eksklusif mereka. Di bulan Agustus dan September 2012 ketegangan diantara dua negara meningkat. Ditandai dengan gelombang unjuk rasa anti-Jepang di China, termasuk didepan Kedutaan Besar Jepang di Beijing.
b. Kepulauan Spartly
Wilayah ini kaya dengan gas dan minyak, sehingga menjadi sengketa antara China, Filipina, Malaysia dan Brunei Darusalam. Negara-negara tersebut turut mengklaim wilayah perairan kepulauan ini.
c. Dangkalan Scarborough
Laut diwilayah ini sangat kaya dengan ikan, meskipun lokasinya lebih dekat dengan Filipina dibandingkan dengan China tetap saja diklaim oleh Beijing sebagai wilayah China. Pada April 2012 terjadi “insiden kecil” antara Filipina dan China terkait Dangkalan Scarborough.
d. Kepulauan Paracel
Wilayah yang kaya minyak ini menjadi eskalasi antara China dan Vietnam. Pada saat itu perusahaan minyak China CNOOC, memindahkan anjungan minyak raksasa miliknya di wilayah yang diklaim Vietnam sebagai Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) mereka. Kapal perang kedua negara tersebut sering kali berpatroli didekat anjungan minyak tersebut. Tindakan China itu dianggap sebagai ancaman serius bagi hubungan bilateral kedua negara. Kedua negara belum menyepakati garis batas wilayah itu.
e. Kepulauan Pratas
Wilayah ini diklaim Taiwan dan China meskipun dasar China mengklaim bahwa Taiwan secara keseluruhan adalah bagian dari wilayah China. Di kepulauan ini terdapat markas terluar militer Taiwan, sekaligus terdapat bandara sipil.
f. Kepulauan Natuna
Meskipun disangkal oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, wilayah Kepulauan natuna ini berpotensi menjadi sengketa antara Indoesia dan China. Hal ini bisa terjadi karena China tetap menggunakan patokan “nine-dashed lines” (sembilan garis putus) mereka, berpotongan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Kepulauan Natuna.
3. Kerterlibatan AS dalam keamanan di kawasan Asia Timur
Keterlibatan AS di kawasan Asia Timur memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap hubungan bilateral antar negara. AS merupakan aliansi Jepang dan Korea Selatan, ditambah lagi AS turut serta dalam status pertahanan dan keamanan negara aliansinya. Pada masa pemerintahan presiden Barack Obama, mengubah fokus AS dari kawasan Timur Tengah tertuju pada kawasan Asia-Pasifik.
b. Mencegah konflik dan paksaan (Preventing conflict and coercion);
c. Mempromosikan kepatuhan terhadap hak dan standar internasional (Promote adherence to international law and standard).
Presiden Barack Obama mengatakan dalam National Security Strategy tahun 2010, sebagai berikut :
“Oleh karena itu, keamanan nasional kita difokuskan pada pembaharuan kepemimpinan Amerika Serikat sehingga kita dapat lebih efektif memajukan kepentingan kita di abad ke-21”.
Pada abad ke-21, kawasan Asia-Pasifik menjadi kawasan yang memiliki kepentingan tersendiri bagi AS. Kasawan Asia-Pasifik merupakan kawasan yang memiliki hubungan dan interaksi antara negara berkembang dan maju, sehingga kawasan ini memiliki kerentanan dalam hubungan internasional.
Barack Obama menegaskan, bahwa kerjasama Asia-Pasi????ik menjadi kawasan penting bagi keamanan dunia, sehingga AS memiliki peran peran penting dalam kawasan tersebut.
Peran AS di Asia-Pasifik, adalah :
a. Untuk menjaga kebebasan di laut (To saveguard the Freedom of Seas);
b. Mencegah konflik dan paksaan (Preventing conflict and coercion);
c. Mempromosikan kepatuhan terhadap hak dan standar internasional (Promote adherence to international law and standard).
Bagi AS, ”Kebebasan di laut, berarti semua hak kebebasan dan penggunaan wilayah udara laut secara sah, termasuk untuk kapal perang, pesawat militer, yang diakui berdasarkan hukum internasional”.
Sayangnya AS tidak meratifikasi UNCLOS dan menandatanganinya. AS tidak boleh duduk pasif saja, “ seperti seorang pria yang menonton dan menunggu guillotine disusun serta dijatuhkan untuk memancung kepalanya”.
Filipina adalah satu-satunya negara ASEAN yang membawa masalah reklamasi China pada tahun 2013, ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Denn Haag, Belanda. Pihak Mahkamah Arbitrase Intersional memutuskan bahwa Filipina benar. China menolak keputusan internasional tersebut dan menyebutnya sebagai “provokasi politik” serta menyebut Filipina adalah “puppet of bullying Uncle Sam” mengingat China telah meratifikasi UNCLOS pada tahun 1996.
Sedangkan AS belum meratfikasi UNCLOS sama sekali.
4. Tanggapan China terhadap kebijakan AS
Tindakan China di kawasan LCS sejak Presiden Barack Obama mengumumkan tentang kebijakan AS, tidak berpengaruh pada perilaku Beijing. China terus memperluas reklamasinya dan terus mengklaim kepemilikan wilayah di ZEE negara lain di ASEAN. China juga telah mengembangkan kebijakan konsolidasi terhadap kawasan LCS. Kebijakan AS sejauh ini belum menginspirasi China untuk “membekukan” perilakunya saat ini di kawasan LCS; malah mendorong China untuk meningkatkan kehadiran dan tindakan sepihaknya di laut kawasan LCS.
Ada 3(tiga) alasan, mengapa Beijing merespons dengan cara ini:
a. Kebijakan luar negeri AS belum mengatakan bahwa klaim China atas wilayah kawasan LCS itu salah, hanya menyatakan bahwa AS akan memperkuat posisinya di Asia;
b. Janji-janji AS untuk membangun hubungan ekonomi dengan negara-negara ASEAN di kawasan LCS dan merelokasi aset AL di kawasan Asia tidak terealisasi;
c. AS tidak memiliki posisi yang kuat dalam kebijakan luar negerinya. AS lemah dalam posisi klaim wilayah dan reklamasi yang dilakukan China di LCS. Meskipun AS dan Filipina berbagi perjanjian bahwa AS berkewajiban untuk membantu Filipina jika wilayah yang di klaim Filipina di LCS diserang oleh China.
Kebijakan AS tidak menghentikan China untuk perimeter pertahanan “nine-dashed line” itu dan AS tidak memiliki komitmen apapun sesuai UNCLOS yang dipersyaratkan serta tidak mengambil langkah apapun terhadap reklamasi yang dilakukan China di kawasan LCS. Diperparah lagi dengan fakta bahwa AS terus menahan diri untuk menandatangani UNCLOS. China jelas mengatakan bahwa keseimbangan kekuatan (balance of power) dipihak lAS adalah “pepes kosong belaka”, maka China memperkuat klaimnya dikawasan, LCS dan melakukan reklamasi di pulau-pulau yang ada.
Setelah dibangun landasan udara di Fiery Cross Reef akan memampukan China untuk menempatkan Angkatan Udara dan peralatan militer disana, dalam rangka memproyeksi kekuatan China keluar dan mendeploy berapa platform termasuk pesawat pemburu (fighters), pesawat pembom (bombers), dan pesawast UAVs (Unmanned Vehicles/pesawat tanpa awak), tugas utamanya:
(1) Meningkatkan ketahanan udara di kawasan LCS.
(2) Mempertahakankan supremasi udara di kawasan LCS.
(3) Meningkatkan Anti-Accesses/Area-Denial (A2/AD)
(4) Kemungkinan Chna mendeklarasikan dimasa depan sebagai “South China Sea Air Defense Identification Zone (ADIZ)”.
Dengan reklamasi ini, memberi ruang bagi Angkatan Udara China untuk hadir secara terus menerus di kawasan LCS.
Peningkatan anggaran pertahanan China sesuai berita China’s National Defence in The New Era tahun 2010, mencapai 12.000 million yen (USD 74,829.24).
Dengan adanya peningkatan anggaran pertahanan Cina yang begitu signifikan, China dapat mentransformasikn People’s Liberation Army (PLA) meliputi PLAN, PLAAF, PLAA dan PLRF menjadi pasukan berkulifikasi kelas dunia pada abad ke-21.
Reaksi kengerian PD-I dan PD-II merupakan fenomena universal, dan masyarakat di seluruh dunia takut bila terjadi Perang Dunia III (PD-III).
Masyarakat di seluruh dunia mengharapkan “siapapun yang menjadi super power harus menyadari bahwa, musuh yang sebenarnya bukanlah mereka yang bersaing untuk menjadi super power, tapi ancaman sebenarnya adalah perang itu sendiri dan penggunaan senjata nuklir.
What's Your Reaction?