Perpustakaan Berkualitas, Antara Realitas & Imajinasi
Oleh
Tatik Wiharti
Mahasiswa Program Pascasarjana Komunikasi STIKOM Interstudi Jakarta
Presiden Prabowo Subianto tampak memberi perhatian besar terhadap penataan dan perbaikan dunia pendidikan di Tanah Air. Hal itu setidaknya tecermin dari pemisahan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang semula satu kementerian dengan dipimpin oleh seorang menteri, kini dibagi menjadi tiga kementerian.
Saat mengumumkan jajaran Kabinet Merah Putih di Istana Negara pada Minggu, 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo menunjuk Abdul Mu’ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, lalu Satryo Soemantri Brodjonegoro selaku Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta Fadli Zon untuk menempati jabatan Menteri Kebudayaan.
Presiden Prabowo juga menunjuk dua orang wakil menteri di pos Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan dua wakil menteri di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta satu wakil menteri di Kementerian Kebudayaan.
Pemisahan satu kementerian menjadi tiga pos kementerian ditambah dengan jumlah menteri serta wakil menteri, dapat dimaknai sebagai bentuk keseriusan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam membangun sistem pendidikan di Indonesia.
Upaya tersebut tentu saja menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari strategi jangka panjang pemerintah dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing.
Salah satu aspek yang patut menjadi perhatian pemerintah dalam membangun ekosistem pendidikan yang lebih kuat yakni dengan meningkatkan peran perpustakaan.
Kebijakan mengenai perpustakaan telah diatur melalui Undang-undang (UU) No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Pada pasal 3 UU tersebut disebutkan bahwa perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Sementara itu, Pasal 4 UU tersebut memuat tujuan perpustakaan untuk memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan kata lain, peran perpustakaan menjadi ekosistem pendukung yang efektif untuk mengangkat tujuan pendidikan yakni mencerdaskan masyarakat dan meningkatkan kualitas SDM.
Undang-undang juga memastikan kualitas perpustakaan yang dapat dipakai sebagai rujukan kegiatan akademik. Bab III pada Pasal 11 UU No. 43/2007 mengatur Standar Nasional Perpustakaan.
Penyelenggaraan perpustakaan masuk dalam kategori Standar Nasional Perpustakaan (SNP) terdiri dari standar koleksi perpustakaan, standar sarana dan prasarana, standar pelayanan perpustakaan, standar tenaga perpustakaan, standar penyelenggaraan perpustakaan, dan standar pengelolaan.
SNP adalah kriteria minimal yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan perpustakaan di Indonesia. Artinya, apabila penyelenggaraan perpustakaan sudah memenuhi standar minimal, perpustakaan tersebut sudah dapat dikatakan layak atau sesuai standar atau bahkan melebihi standar terakreditasi.
PERPUSTAKAAN TERSTANDAR
Berdasarkan data dari aplikasi Pendataan Perpustakaan Berbasis Wilayah milik Perpustakaan Nasional RI per 19 September 2024 jumlah keseluruhan perpustakaan di Indonesia sebanyak 184.396 perpustakaan.
Dari keseluruhan jumlah perpustakaan tersebut berdasarkan sumber satu data Direktorat Standardisasi dan Akreditasi Perpustakaan Nasional RI per 30 september 2024, sebanyak 11.660 perpustakaan masuk kategori sudah terakreditasi.
Berdasarkan data tersebut, tergambar bahwa dari keseluruhan perpustakaan di Indonesia, hanya sekitar 6,3% yang memenuhi standar.
Masih rendahnya jumlah perpustakaan yang terakreditasi dapat menjadi tolak ukur keseriusan pemerintah dalam menciptakan generasi masa depan berbasis pengetahuan yang literat.
Hal ini diperkuat dengan temuan dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang mencatat sekitar 25% siswa di Indonesia mencapai level 2 atau lebih tinggi dalam membaca. Jumlah itu masih di bawah rata-rata OECD sebesar 74%.
OECD mengukur tiga indikator Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) dengan melakukan penilaian terhadap pengetahuan dan keterampilan siswa berusia 15 tahun dalam bidang matematika, membaca, dan sains.
Skor membaca siswa Indonesia dari laporan itu sebesar 359 poin. Adapun skor rata-rata negara-negara OECD di kisaran 475 poin. Di Asia Tenggara, poin membaca siswa Indonesia jauh di bawah Singapura yang mendekati 550 poin.
Salah satu visi misi di bidang pendidikan, sains, dan teknologi, pasangan Prabowo-Gibran saat kampanye Pemilihan Presiden lalu yakni berjanji membangun perpustakaan dan memperbanyak taman-taman bacaan untuk mendorong gerakan literasi masyarakat.
Kini, saatnya Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merealisasikan janjinya dengan menempatkan perpustakaan sebagai salah satu ujung tombak untuk meningkatkan derajat pengetahuan dan kecerdasan anak-anak bangsa.
Pemisahan satu kementerian menjadi tiga kementerian yang menangani pendidikan harapan pun makin memperkuat peran perpustakaan dalam menciptakan generasi yang terliterasi.
What's Your Reaction?