DPD-RI dan DPR-RI Asal Papua Barat Desak Sanksi Adat Pembakar Mahkota Cendrawasih
WONDAMA - Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dr. Filep Wamafma dan Anggota DPR-RI Obet Rumbruren tegas mendesak pelaku pembakaran terhadap mahkota cendrawasih di proses dengan sidang dan sanksi adat.
Pernyataan ini disampaikan menyusul tindakan pembakaran mahkota Cenderawasih oleh APH dan BKSDA Provinsi Papua, yang memicu kemarahan dan aksi protes di sejumlah wilayah.
Saat ditemui di Aitumeri, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Jumat (24/10/2025), Filep menyebut tindakan pembakaran mahkota Cenderawasih merupakan bentuk pelecehan terhadap simbol kehormatan orang asli Papua (OAP).
“Mahkota Cenderawasih adalah simbol bahwa Tuhan memuliakan orang Papua. Ketika dijadikan simbol, itu menunjukkan harkat dan martabat orang asli Papua. Maka kalau dimusnahkan dengan cara dibakar, itu sama saja menyamakan burung surga dengan barang haram seperti minuman keras,” ujarnya.
Menurut Filep, burung Cenderawasih memiliki nilai spiritual dan kultural yang tinggi bagi masyarakat Papua. Karena itu, ia menilai tindakan aparat yang membakar mahkota tersebut menunjukkan rendahnya pemahaman terhadap filosofi dan nilai budaya Papua.
“Kalau miras ilegal, silakan dimusnahkan dengan cara dibakar, karena nilainya berbeda. Cenderawasih adalah simbol kemuliaan, sementara miras adalah kebinasaan,” tegasnya.
Filep mendesak agar pelaku yang terlibat tidak hanya diberikan sanksi administratif atau sosial, tetapi juga sanksi adat melalui mekanisme hukum adat Papua.
“Dewan Adat Papua harus segera menggelar sidang adat untuk memberikan sanksi kepada mereka. Sanksinya bisa berupa larangan tinggal di tanah Papua. Kita punya dua sistem hukum hukum positif dan hukum adat. Jika hukum positif tidak memberi efek jera, maka hukum adat harus digunakan,” jelasnya.
Ia juga menilai peristiwa tersebut telah menimbulkan keresahan dan berpotensi memicu konflik baru di Tanah Papua.
“Peristiwa ini sudah memancing suasana dan bahkan menimbulkan korban. Kami mendesak menteri terkait segera melakukan peninjauan dan mutasi terhadap aparat yang terlibat. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal ini bisa menimbulkan masalah baru bagi rakyat Papua,” tandas Filep.
Sementara itu, Obet Rumbruren menyebut burung Cendrawasih melambangkan keindahan alam dan spritualitas orang asli Papua, sedangkan burung Kasuari menjadi simbol kekuatan dalam menjaga kelestarian hutan yang memberikan kehidupan.
Pemerintah daerah sudah semestinya menggencarkan program edukasi guna meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memberikan jaminan keselamatan burung Cendrawasih dan burung Kasuari hingga masa mendatang.
"Kedua burung ini ditangkap lalu dijual. Tindakan ini harus dihentikan supaya generasi mendatang bisa lihat wujudnya," kata Obet.
Dirinya juga menyayangkan sikap Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) yang melakukan pemusnahan barang bukti hasil sitaan berupa opset dan mahkota burung Cenderawasih dengan cara dibakar.
Tindakan itu menimbulkan beragam reaksi dari masyarakat asli Papua karena merasa kecewa, dan menilai BBKSDA tidak menghormati nilai-nilai budaya yang melekat pada simbol Cenderawasih
"Kami akan bertemu Kementerian Kehutanan terkait dengan tindakan BKSDA," tandas dia.
Penulis: Kabarnusantara.co
What's Your Reaction?